Hasil Studi: Tidak Semua Ortu Tahu Pengalaman Buruk Anak saat Online


Hasil studi global terkait keamanan cyber mengungkap, anak-anak menghabiskan waktu online rata-rata 11 jam per minggu dan pernah mengalami pengalaman buruk seperti tak sengaja mengunduh virus atau mendarat di situs porno. Mereka umumnya merasa sangat bersalah saat melakukan itu.

Survei yang dilakukan secara global itu menemukan bahwa secara global, hanya 45 persen orang tua menyadari bahwa anak-anak mereka pernah mengalami pengalaman buruk saat online. Sekitar 20 persen dari anak-anak yang disurvei mengaku, orang tua mereka tidak mengetahui apa yang mereka lakukan saat online.
Hasil studi tersebut terungkap dalam Norton Online Family Report, dari perusahaan pembuat software anti-virus Symantec. Lynn Hargrove dari Symantec Kanada mengungkap, saat mengalami pengalaman buruk, anak-anak juga merasa marah, kecewa, takut, terabaikan, dan juga malu. Kata-kata seperti itulah yang dikemukakan anak-anak yang disurvei untuk menggambarkan perasaan mereka tentang pengalaman buruk saat online.
Bertemu “teman” yang tak diinginkan di situs jejaring sosial dan diajak bertemu dengan orang yang belum mereka kenal, juga dialami oleh anak-anak.
Survei tahunan ini melibatkan responden yang terdiri dari 2.800 anak-anak di 14 negara, termasuk Kanada, Amerika Serikat, Cina dan Swedia, tentang aktivitas online mereka. Survei ini juga menyertakan 1.600 orang tua yang memiliki anak usia 8-17 tahun. Hasil survei juga menunjukkan, 70 persen anak mengaku akan mengadu pada orang tua jika terjadi sesuatu yang buruk pada mereka.
Imbauan untuk Orang Tua
Hargrove mengimbau agar para orang tua sebaiknya sadar bahwa anak-anak mampu mengunduh lebih banyak hal dari yang dibayangkan. Hal tersebut bisa menyebabkan anak-anak terpapar konten negatif yang tak pantas untuk mereka, atau konten-konten yang membujuk anak untuk membeberkan informasi pribadi.
Pengalaman buruk saat online memang tidak serta-merta mengubah perilaku anak, tapi mereka butuh seseorang untuk diajak bicara tentang apa yang mereka alami saat online. Saat itu terjadi, orang tualah yang seharusnya ada untuk mereka.
Hargrove menyarankan agar orang tua dan anak menggelar percakapan informal tentang hal ini. Mungkin bisa dimulai dengan bertanya pada anak tentang situs apa yang mereka suka dan aktivitas apa yang membuat mereka tertarik untuk online. Lalu obrolan bisa dilanjutkan dengan bertanya pernahkah mereka mengalami pengalaman buruk saat online.
Michael Zwaagstra, guru SMA yang meneliti dampak komputer di ruang kelas mengungkap, penting bagi orang tua yang memiliki anak yang masih muda untuk tidak bersikeras dengan pola pandang “semua yang anak lakukan di internet adalah privasi mereka dan bukan urusan orang tua”.
Menurut Zwaagstra, internet adalah ruang publik dan semua hal yang bisa dilakukan seseorang bisa diakses orang lain. Oleh karena itu orang tua berhak dan wajib mengawasi apa yang dilakukan anak-anak mereka di internet.
Sumber: http://www.winnipegfreepress.com/



5 Tantangan Ortu di Era Internet

Menjadi orang tua memang penuh tanggung jawab. Terlebih di jaman yang serba maju, di mana teknologi internet berangsur menjadi kebutuhan wajib dalam keluarga. Banyak tantangan baru yang musti ditaklukkan oleh para orang tua. Bagaimana membimbing anak yang makin lincah bergerak di dunia maya, tanpa harus terlihat seperti penjaga berbaju besi.
Bukan hal yang mudah tentu saja. Tapi meskipun sulit, tidak bijak jika orang tua menyerah dan malah mengabaikan tantangan yang ada. Berikut adalah lima tantangan yang harus ditaklukkan para orang tua dalam menyikapi kebutuhan interaksi anak dengan dunia maya:
1. Tak mudah untuk selalu up-to-date
Teknologi internet berkembang dengan sangat pesat. Di satu sisi hal ini memudahkan anak dan siapa saja untuk online setiap saat, tapi di sisi lain merupakan tantangan bagi orang tua untuk mengetahui perkembangan yang sudah terjadi. Hari ini anak bisa mengakses internet dari perangkat mobile, di kemudian hari bisa jadi mereka mengakses internet dari perangkat yang belum ditemukan sekarang. Situs dan layanan baru muncul dan menjadi populer, menggantikan situs dan layanan lama.
Orang tua harus mengajarkan anak tidak hanya tentang situs-situs yang aman dan pantas, tapi juga tentang bagaimana berperilaku yang pantas dan aman.
2. Anak-anak online tanpa pengawasan orang tua
Kebanyakan anak mengaku bahwa orang tua mereka tidak memiliki aturan yang jelas tentang internet. Akibatnya, anak mengunjungi sembarang situs, membuat konten, dan berkomunikasi dengan sembarang orang di email, jejaring sosial, instant messaging, dan SMS. Semua dilakukan dengan bebas dan tanpa pengawasan.
Ingat. Orang tua harus melibatkan diri dalam kehidupan online anak-anak mereka.
3. Anak malah tahu lebih banyak dibanding ortu
Mereka tumbuh dengan kemudahan mendapatkan akses internet. Tak jarang, mereka justru lebih tahu situs-situs yang asik untuk dikunjungi dan melakukan aktivitas online yang belum diketahui orang tuanya. Tak sedikit anak yang tahu caranya menghindari filter, blokir, atau pengaturan history yang digunakan orang tua untuk mengatur aktivitas online mereka.
Waspadai jika hal seperti ini terjadi pada Anda. Orang dewasa dituntut untuk tahu dan mengerti bahasa isyarat atau trik-trik yang digunakan anak-anak saat berkomunikasi. Jangan sampai Anda terkelabui dan membiarkan anak jadi terlalu bebas tanpa kendali.
4. Ini jaman user membuat sendiri konten internet
Hah? Apa lagi nih maksudnya? Anda mungkin bingung, apalagi jika tidak rajin-rajin update info. Ketahui bahwa jaman sekarang, mereka yang menggunakan internet juga turut menciptakan konten sendiri, termasuk anak-anak. Mereka bisa memajang dan menerima foto, video, bahkan membaca dan menulis apa saja, dan itu semua bisa dilihat oleh siapa saja yang online. Mereka juga bisa menerima informasi yang belum diedit dan belum disaring.
Mengerikan jika membiarkan anak tidak memiliki bekal yang cukup dalam berjelajah internet. Orang tua harus mengajarkan anak untuk berpikir kritis tentang apa yang mereka pajang, baca, dan lihat di internet.
5. Kita harus memperketat pengawasan saat anak menuntut untuk merdeka
Sudah sewajarnya, anak yang memasuki usia remaja akan menuntut privasi, mencoba menjadi orang lain, dan mencoba berbagai cara agar lebih diterima lingkungan. Semua itu adalah bagian dari tumbuh kembang anak. Bahkan pada saat orang tua peduli akan keamanan dan keselamatan mereka, campur tangan yang coba dilakukan malah akan diterjemahkan sebagai sikap yang terlalu protektif dan mengekang.
Lakukan pendekatan yang tepat. Orang tua harus memastikan bahwa anak-anak tahu yang namanya tanggung jawab dan paham bagaimana bersikap yang tapat agar selamat dalam pergaulan. Semua tergantung upaya orang tua, agar anak-anak mau mendengarkan nasehat yang baik untuk mereka.
Sumber: commonsense.com

Komentar

Postingan Populer